Kamis, 23 Februari 2012

Selalu Menggetarkan Hati

......
Yah,itu mungkin frase yang cukup bisa digambarkan ketika mendengar dan menyaksikan (langsung) Bapak Anies Baswedan meyampaikan orasi ilmiah. Selalu saja bisa “mencuri hati” dan”mencuci otak” ini dengan cara yang kalau boleh saya sebut “educate-able and motivate-able”.
Well,mungkin ada yang bertanya “Pak Anies menyampaikan kuliah umumnya dikampus UNM?” “Kapan?”hihihih...dengan bangga saya bilang TIDAK. Saya menyaksikan beliau secara “langsung” via streaming di situs http://www.fk.ui.ac.id/
Ya,sangat tepat beliau sedang menyampaikan orasi ilmiah di FKUI dalam rangka dies natalis Universitas Indonesia tingkat Fakultas Kedokteran UI. Tak sengaja pagi hari saya melihat twitter beliau yang me-retweet salah satu akun dan kicauannya seperti iniOtw :) RT @KedokteranUI: Orasi hr ini hadirkan @aniesbaswedan & Dekan FKUI dpt disaksikan via http://www.fk.ui.ac.id jam 8"
Langsunglah saya ambil laptop dan membuka link tersebut. Duduklah saya dengan sok manis,lipat tangan,dan pasang telinga,mata, kepala,dan hati. :D
dan saya rangkumlah sedikit isi orasi ilmiah yang menurut saya menggetarkan itu,kurang lebih seperti ini (saya tulisnya perpoint saja ya ditaburi dengan sedikit opini ecek-ecek saya)
1. Mengoptimalkan profesi untuk mendorong kemajuan bangsa. Beliau menjelaskan bahwa membangun sebuah profesi itu mudah namun bagaimana mengoptimalkan profesi yang kita jalani agar bisa dirasakan manfaatnya juga untuk masyarakat itu bukanlah persoalan mudah. Ya,”high profession” must have “high impact” to the society. Sederhananya sih menurut saya, gaji yang kita dapat itu kan berasal dari masyarakat juga jadi sudah sepatutnyalah kita memberikan pelayanan yang baik bagi mereka. Kalau anak-anak FK mengistilahkannya melayani dengan hati, kalau anak-anak di Fakultas Bahasa dan Sastra prodi Pendidikan bilangnya mengajarlah dengan keseimbangan otak dan hati. (this is truly made by myself),dan juga saya teringat dengan sebuah kalimat bijak: “buat apa kita hidup kalau tidak bermanfaat bagi orang-orang disekitar bagaikan pohon yang tak berbuah”. Namun tidaklah mudah mendorong seseorang atau bahkan sekelompok orang agar bisa “memanfaatkan” pekerjaannya agar bisa juga dirasakan untuk orang-orang disekitar. Menurut saya pribadi, tes psikometri amat sangat dibutuhkan setelah sidang atau ujian meja sebelum nantinya menjadi seorang sarjana yang siap terjun menciptakan kedamaian di muka bumi. Hihih

 
2. Bangsa Indonesia melalui INDONESIA MENGAJAR bukanlah merupakan cita-cita akan tetapi merupakan sebuah janji. Bedanya cita-cita dan janji adalah ketika cita-cita itu mampu kita raih,maka kita akan bersyukur,ketika tidak mampu diraih maka kita akan revisi. Sedangkan janji mau tidak mau harus dilunasi. Sangat sepakat dengan pernyataan ini, seandainya saja mindset anak muda generasi penerus seperti ini dengan penuh rasa optimis saya bisa menjamin tidak akan kita jumpai lagi berita-berita di TV yang mempertontonkan rumah-rumah kumuh yang tak terjamah,grafik angka buta huruf yang (masih) tinggi,maupun sekolah-sekolah yang ambruk.
3. Lipat Tangan atau Turun Tangan? Pertanyaan sekaligus pernyataan ini sudah beberapa kali dilontarkan oleh Bapak Anies Baswedan. I listened either I read from his twitter account. Sebuah pilihan yang secara tidak tersirat akan menentukan arah, kemana bangsa ini akan dibawa oleh tangan-tangan pemudanya. I love this tagline so much. Whether we want to “do” or we just want to “redo” . Seperti kata beliau jangan menunggu untuk menuliskan sejarah tapi kitalah yang harus membuat sejarah itu. IMHO,senses are needed here,included sense of belonging to the nation. Secara tidak langsung ketika kita merasa memiliki bangsa ini maka otomatis kita tidak akan mau untuk berpangku tangan,menangis,dan meratapi nasib kita. Akan tetapi kita akan berpikir dan bertindak dengan little step to jump high over the sky.
4. Do something big but unmanage or do something small but manageable? Nah,ini quote yang paling touchable menurut saya. Seperti yang selalu saya gembar gemborkan pada diri saya sendiri kalau lagi galau...hihihi “IT IS NOT ABOUT WHAT,BUT IT’S ALL ABOUT HOW?” Istilahnya tak serupa tapi sama. hohoh.. It’s better to do something which is “small” but we can take our effort to the fullest on it rather than we do something “big” but we can not be able to manage it. Menilik fenomena sekarang yah,terkadang saya juga bingung dengan orang-orang termasuk juga diri saya saendiri yang sekiranya mau inilah,mau itulah tapi permasalahannya mampu tidak anda meng-handle-nya? Atau yang lebih parah lagi hanya mengerjakan sesuatu yang “besar” agar supaya khalayak “melihat” apa yang sedang doi kerjakan ( ya istilah gaulnya, SHOW OFF,meeennn). I totally just can say, YOU ARE THAT PATHETIC dude!
5. Ketika pengabdian dikonversikan dengan rupiah maka nilainya adalah PRICELESS. Lagi-lagi jantung saya berdegup dengan kencang,bulu saya sontak merinding (padahal ACnya memang diset 16 derajat..hihihi ) ketika mendengar sekelompok kata itu digaungkan oleh beliau. Dengan tegasnya beliau menyuarakan sepotong kalimat tersebut dengan gaya yang sungguh intelek, menurut saya. In fact, masih ada saja dan tidak menutup kemungkinan diri saya sendiri hanya mau bekerja untuk sesuatu yang bisa menghasilkan pundi-pundi rupiah. Saya tidak munafik,saya butuh yang namanya rupiah untuk kelangsungan hidup saya,namun rupiah bukan menjadi tolak ukur saya dalam bekerja. Disini,dibutuhkan yang namanya kondisi dan penempatan diri,dimana kita harus mengabdi dan dimana kita harus “menguras”. Namun,saya lagi-lagi harus setuju dengan beliau jikalau pengabdian itu harus dikonversikan,maka tak ada satupun mata uang yang bisa membayarnya as it is priceless and just the precious one do it.
6. Penghormatan bisa dijual belikan,kehormatan TIDAK! Kalau anak-anak debater (ciyeeelah debater niyyeee) yang setuju dengan ini pasti sudah shout out “HEAR HERE!!!” sambil mukul meja atau bangku...hohoho.. Well,in this universe bahkan mungkin sekelompok kecil disekitaran kita masih ada yang gila penghormatan namun belum tentu mendapatkan kehormatan as well . Call me sok idealis,tapi sejujurnya saya agak sedikit risih dengan kata hormat menghormati ini. Yang saya tau,manusia itu sama. Mau ada gelar kebangsawanan,mau ada gelar keilmiahan yang banyak sekalipun mereka dan kita adalah manusia,yang beda itu kalau sudah ada gelar dimuka nama kita ( you know what I mean). Seseorang dengan titel sarjana yang kadang lebih panjang dibandingkan nama aslinya sendiri, sometimes don’t deserve an honor than seorang yang tanpa gelar sekalipun mendampingi namanya. Basically,an honor is just for the one who have heart and can touch the heart, fully hearted .
7. Rasialis,Punishment scheme,and seeds of hope. Beliau juga sempat menyinggung 3 istilah tersebut pada akhir orasinya.yang pertama yakni rasialis,paham rasisme. Beliau menjelaskan jikalau paham ini sudah ada dan masih ada sampai sekarang. Haiti adalah negara yang pertama kali menghapuskan paham ini dan Afrika selatan merupakan negara yang pertama menentang apartheid. (jadi beda loh,Lmy.....). Rasisme masih hidup dengan subur di negara kita ini,saya atau mungkin teman-teman yang lain mungkin sering jadi victim dalam paham yang sesungguhnya tidak semua orang paham. Contoh kecil saja,ketika melihat sosok kulit hitam unconcisously kita bisa saja melontarkan kata “ihh” atau mungkin saja dengan gesture yang sedikti berbeda,vise versa. Or when we keep contacting to the chinese. Ranah pendidikan dan kesehatan yang disinggung oleh beliau juga dalam orasinya tidak luput dari bau rasialis ini. Should I say how poor we are? Hence, bapak Anies Baswedan in his speech emphasized repeatedly on egaliterian in education as well as in health aspect.
Next,Punishment Scheme. Mungkin ini sangat bisa dijadikan bahan acuan bagi teman-teman yang berprofesi sebagai pengajar,bahwa punishment itu tidaklah pantas untuk diajukan ketika mendidik siswa/mahasiswa. For instance,mahasiswa dengan IPK tinggi bisa magang ditempat yang high class,sementara IPK yang rendah,ditempat yang low class. Adalah sebuah bentuk penghukuman secara tidak langsung yang mungkin saja bisa berefek jangka panjang bagi mereka. That is why as the one who involved in education or health sector, long term effect must be our mainstream before taking a decision.
Then last but not least is seeds of hope. Bibit-bibit harapan,sebarkanlah itu! Disini bukannya saya tidak setuju dengan pernyataan beliau namun saya cuman mau mengganti kata hope disini menjadi mimpi. Why so? Begini, verb dari kata HARAPAN adalah BERHARAP,sedangkan kata MIMPI,verbnya menjadi BERMIMPI. Jika kedua kata tersebut ditambahkan kata BERHENTI didepannya maka akan beda dalam pahaman saya. BERHENTI BERHARAP = PUTUS ASA. Dan BERHENTI BERMIMPI = BANGUN. Ya,sangatlah beda makna yang akan kita dapat. Ketika harapan itu sudah tidak ada lagi,maka apa yang menjadi motivasi kita,apa yang akan kita lakukan? Meanwhile,ketika mimpi sudah dihentikan maka yang terjadi adalah bangun dari mimpi itu dan wujudkan! Make it happen! (ala-ala agnes monica...hihihi). Namun,ini hanyalah sebuah persoalan lexical dan gramatical,it depends on you all guys! 

RISE and SHINE


PS : 1. Setelah membaca ini mungkin saudaraku sebangsa dan setanah air, menjudge saya sebagai korban dari Pak Mario sok Teguh atau Bung Karno yang menggelora semangatnya. Tapi sejujurnya saya tidak pernah mengenali secara mendalam sosok beliau-beliau tersebut. 2. Maaf jika ada kesalahan penulisan atau ejaan,maklum saya bukanlah makhluk sempurna karena kesempurnaan hanya milik Allah semata. 3. Semua pesan bukan untuk menyinggung kalangan atau kelompok tertentu,SUMPAH! ini hanya bahan pelajaran bagi saya agar lebih baik kedepannya. tsssaaahhhh saddaapp :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar